Dua Kali Ditolak Kejaksaan, Kasus Buni Yani Penegakkan Hukum tanpa Keadilan

Dua Kali Ditolak Kejaksaan, Kasus Buni Yani Penegakkan Hukum tanpa Keadilan

Walau dengan penuh keyakinan pihak Kepolisian menetapkan Buni Yani sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan bernuansa SARA sejak tiga bulan lalu (23 November 2016), tetapi hingga kini tindaklanjut kasusnya tidak jelas jantrungannya. Pasalnya, sudah beberapa kali berkas Buni Yani ditolak oleh Kejaksaan karena dianggap lemah untuk dibawa ke persidangan.

“Penegakkan hukum tanpa keadilan adalah pengingkaran hukum paling berbahaya dan itu yang sedang terjadi pada kasus Buni Yani. Kami menyadari sangat berat yang harus kami hadapi agar Buni Yani mendapat keadilan. Tetapi kami akan terus berikhtiar. Hari ini kita ke Komnas HAM, Ombudsman, dan Presiden untuk menujukkan ketidakadilan yang dialami klien kami, Pak Buni Yani,” tukas Ketua Tim Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian, di Jakarta (26/2).

Aldwin mengungkapkan, sangkaan bahwa Buni Yani sudah menebar kebencian atau menghasut orang se-Indonesia untuk membenci Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sangat tidak berdasar karena tidak ada satupun pihak yang melaporkan Basuki Tjahaja Purnama ke Kepolisian dan saksi pelopor di Pengadilan yang menjadikan postingan facebook Buni Yani sebagai alasan mereka memperkarakan Basuki Tjahaja Purnama.

Bagi Aldwin, apa yang dialami Buni Yani adalah, sebuah kondisi yang sudah tidak normal lagi dan sebuah proses yang sudah tidak adil lagi bagi seorang warga negara yang oleh Kepolisian sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan begitu menyakinkannya, tetapi berkas perkaranya dianggap tidak layak dilanjutkan ke pengadilan.

“Pandangan kami penetapan tersangka Buni Yani sangat dipaksakan. Keyakinan itu kini semakin menguat karena Kepolisian seperti kehilangan arah menindaklanjuti kasus ini. Untuk itu kami mengadu Komnas HAM, Ombudsman, dan Presiden. Kami yakin keadilan bagi Buni Yani akan menemui jalannya dan kami akan terus telusuri jalan itu,” ungkap Aldwin yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Advokat Muda Indonesia Provinsi DKI Jakarta ini.

Aldwin mengungkapkan, kesalahan terbesar Buni Yani adalah berani mengkritik seorang pejabat publik yang omongannya berpotensi menyinggung keyakinan orang lain.
“Andai saja Buni Yani sosok yang suka memuji kekuasaan, nasibnya tidak akan seperti ini. Mungkin bisa seperti Ade Armando yang sudah jadi tersangka, tetapi kemudian kasusnya dihentikan,” sindir Aldwin.

Related Posts

Leave a Reply